Tantangan Intelektual Muda Muhammadiyah di Tengah Arus Fundamentalisme

Salah satu tokoh Muhammadiyah, Syafi’i Ma’arif, pernah mengatakan bahwa ciri intelektual muda Muhammadiyah adalah senantiasa berkarya serta mempunyai komitmen sosial yang terbebas dari fanatisme pemikiran dan bisa mengarifi perbedaan. Ironisnya, pernyataan salah satu tokoh Muhammadiyah itu tak selaras dengan kenyataannya. Muhammadiyah ternyata tidak terlalu ramah terhadap perbedaan Salah satu bukti adalah pemecatan M. Shofan, aktivis JIMM (Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah) sebagai dosen UMG (Universitas Muhammadiyah Gersik) karena pandangannya tentang pluralisme.
Persoalan ini menarik untuk dikaji lebih dalam mengingat pada mulanya Muhammadiyah didirikan sebagai gerakan pembaharu atau “tajdid” tapi kemudian pada akhirnya mengarah pada arus fundamentalisme. Ini kemudian menjadi mendesak untuk diselidiki apa yang dimaksud dengan fundamentalisme? Bagaimana dinamika pemikiran di Muhammadiyah selama ini? dan Bagaimana hubungan antara kubu fundamentalis dan kubu modernis dalam tubuh Muhammadiyah?
Lahir dari sintesis yang harmonis antara dua arus besar pemikiran, yaitu puritanisme dan modernisme. (Dawam Rahardjo, Menegakkan Pluralisme; Kumpulan Esai, 2008), Muhammadiyah perlahan bergerak ke arah fundamentalisme. Menguatnya fundamentalisme di satu sisi dan mulai gencarnya perlawanan kubu modernis telah mengubah hubungan yang harmonis tadi.
Persoalan ini akan didekati dengan teori fundamentalisme sebagai fenomena modern yang terbentuk dalam konfrontasi dengan proses modernisasi beserta semboyannya seperti sekularisme dan nasionalisme.
Masalah ini akan coba dianalisa dengan menggunakan metode kualitatif-deskriptif. Makalah ini tidak menguji jenis relasi melainkan hanya berupaya memaparkan interaksi dan komunikasi intelektual muda Muhammadiyah dengan kubu fundamentalis di organisasi yang sama beserta beberapa hal yang diperkirakan menjadi penyebabnya. Data-data yang diperlukan dihimpun dengan metode studi kepustakaan dari buku dan artikel. Data yang telah terkumpul dianalisa lebih lanjut untuk kemudian disimpulkan.
Beberapa peristiwa seperti masuknya tokoh-tokoh fundamentalis dan disingkirkannya tokoh-tokoh modernis dalam mukatamar Muhammadiyah Malang, kasus pemecatan M. Shofan bisa dijelaskan dengan teori fundamentalisme. Ini membuktikan adanya hubungan komunikasi yang tidak harmonis antara kubu fundamentalis dan kubu modernis.
Kesimpulan makalah ini adalah bahwa ada dinamika pemikiran dalam tubuh Muhammadiyah yang saat ini mengarah ke fundamentalisme. Dinamika ini kemudian lebih menjurus pada hegemoni kalangan fundamentalis terhadap kalangan modernis. Ini ditunjukkan oleh kuatnya upaya golongan fundamentalis yang menduduki posisi-posisi penting organisasi dalam menyingkirkan kalangan yang berpikiran modernis sekularis. Tersumbatnya dialog dan tidak suburnya budaya kritik dalam tubuh Muhammadiyah membuat tantangan kaum modernis yang kebanyakan merupakan intelektual muda dalam tubuh Muhammadiyah semakin berat.

Tinggalkan komentar